Cegah Pernikahan Dini, Pemkab Batang Datangkan Psikolog ke Desa-Desa

Cegah Pernikahan Dini, Pemkab Batang Datangkan Psikolog ke Desa-Desa Kepala DP3AP2KB Batang, Supriyono saat Kongres Anak di Agro Wisata Selopajang, Kecamatan Blado, Batang. Foto: jatengprov.go.id

Batang, Pos Jateng - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang mendatangkan bidan dan psikolog untuk mengedukasi bahaya pernikahan dini di desa-desa. Pasalnya, angka pernikahan dini di wilayah desa cukup tinggi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Batang, Supriyono menjelaskan, faktor adat setempat dan permasalahan ekonomi sebagian masyarakat desa, mendominasi terjadinya pernikahan di bawah umur.

“Karenanya, edukasi tentang risiko pernikahan dini mesti terus digalakkan,” kata Supriyono, dalam keterangannya, dikutip dari jatengprov.go.id, Senin (21/2).

Menurutnya, warga desa masih mempercayai jika seorang gadis telah beranjak remaja, harus sesegera mungkin dinikahkan. Padahal, batas minimal menikah laki-laki dan perempuan adalah usia 19 tahun. Hal itu berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

“Ada banyak faktor penyebab, salah satunya di daerah pedesaan, menurut kepercayaan adat setempat, jika gadis sudah berusia 17 tahun, segera dinikahkan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, selain adat, ada pula warga yang menikahkan anaknya di bawah umur atau kurang dari 17 tahun karena faktor lain, salah satunya hamil di luar nikah.

“Terkadang ada yang menikahkan anaknya karena sudah hamil dulu. Itu yang membuat saya sangat prihatin. Tetapi, sedapat mungkin mereka kami edukasi untuk menunda pernikahan di usia anak. Dan setelah diedukasi, ada 10 anak dari mereka yang mau membatalkan rencana pernikahannya,” bebernya.

Sementara itu, Fasilitator dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten, Ery Pratama Putra mengatakan, naiknya grafik pernikahan anak dipengaruhi banyak factor, salah satunya yakni pola asuh yang buruk.

“(Faktor itu), antara lain pola asuh yang buruk menjadi level tertinggi penyebab terjadinya pernikahan anak, tingkat pendidikan yang rendah, tidak selektifnya dalam pertemanan menyebabkan pernikahan anak,” katanya.

Ery pun mengajan masyarakat untuk membangun komunikasi internal keluarga.

“Jadi tidak ada kata lain, bangun komunikasi yang baik, pada titik keluarga. Hindari kawan yang bisa menjerumuskan pada perilaku tidak baik,” pungkasnya.