Pemerintah Bisa Dituntut Gegara Jalan Rusak Akibat Banjir

Pemerintah Bisa Dituntut Gegara Jalan Rusak Akibat Banjir Petugas melakukan pengupasan permukaan jalan aspal yang rusak akibat banjir di kawasan Kaligawe, Kota Semarang, Jateng, Maret 2018. (Foto: Twitter/@humasjateng)

Semarang - Warga bisa menuntut pemerintah terkait jalan rusak akibat banjir (citizen law suit). Sebab, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) mewajibkan pemerintah memperbaiki jalan rusak dan memberi tanda.

"Kondisi jalan yang rusak, sering menyebabkan kecelakaan. Bahkan, mengakibatkan jatuh korban jiwa," ujar pengamat transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranoto Semarang, Djoko Setijowarno, Minggu (9/12).

"Ada ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan yang mengabaikan terhadap kerusakan jalan sesuai wewenangnya," sambungnya mengingatkan. 

Pasal 273 UU LLAJ berbunyi, "Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan, dipidana kurungan paling lama enam bulan atau denda maksimal Rp12 juta."

Bila sampai mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal satu tahun atau denda maksimal Rp24 juta. "Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga lima tahun atau denda paling banyak Rp120 juta," lanjut dia.

Sedangkan penyelenggara tak memberi tanda atau pada jalan rusak dan belum diperbaiki, terancam penjara hingga hingga bulan atau denda hingga Rp1,5 juta.

"Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22/2009 Pasal 273 tersebut, masyarakat ada peluang untuk menuntut pemerintah atau penyelenggara jalan," jelas Djoko.

Katanya, pasal tersebut bertujuan memberikan pelajaran kepada pemerintah, agar bertanggung jawab atas kualitas sarana-prasarana jalan demi lalu lintas masyarakat yang baik, tahan lama, serta aman penggunaannya.