“Content Creator”, UU ITE dan Kode Etik Jurnalistik
“Content Creator” Harus Diperkenalkan pada UU ITE dan Kode Etik Jurnalistik
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin menyatakan, para pembuat konten (content creator) perlu diperkenalkan dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik.
Hal ini disebabkan oleh semakin kaburnya perbedaan antara jurnalis dan pembuat konten di era digital saat ini. Lebih jauh lagi, informasi yang dihasilkan oleh content creator sering kali memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk pandangan publik serta berpengaruh pada keputusan kebijakan.
Untuk memastikan ruang digital yang lebih aman dan mengedepankan etika, Taj Yasin mendorong agar media arus utama bekerja sama dengan content creator dalam menyelenggarakan pelatihan jurnalisme. Dengan demikian, para pembuat konten dapat memahami dasar-dasar yang berlaku.
“Saya berharap agar pelatihan yang diadakan oleh media arus utama melibatkan juga content creator, sehingga mereka memahami kode etik jurnalistik, UU ITE, dan panduan lain yang perlu ditaati dalam pengembangan karya jurnalistik,” ungkap Taj Yasin saat menerima audiensi dari Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Semarang di kantornya, Kamis (24/7).
Figur yang akrab dikenal sebagai Gus Yasin ini berkeyakinan, karya jurnalistik yang diproduksi oleh media arus utama telah memberikan informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan media arus utama harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers.
“Para influencer juga perlu mendapatkan pemahaman dan edukasi mengenai batasan-batasan informasi yang diperbolehkan untuk disampaikan, baik terkait kode etik maupun regulasi UU ITE. Tujuannya adalah agar publik menerima berita yang akurat dan supaya pengelola media sosial tidak terjerat dalam pelanggaran hukum,” jelasnya.
Gus Yasin memberikan dukungan kepada RRI yang akan mengadakan uji kompetensi wartawan (UKW), sebagai langkah penting untuk menciptakan wartawan yang profesional dalam melaksanakan tugas mereka. Wartawan tersebut harus memiliki wawasan jurnistik yang memadai, memahami kode etik, memiliki tanggung jawab sosial dalam menyampaikan informasi, dan menjunjung tinggi integritas dalam melakukan aktivitas jurnalistik.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala LPP RRI Semarang Atik Hindari mengungkapkan, UKW untuk radio akan dilaksanakan pada September 2025. Sebanyak 30 wartawan dari Jawa Tengah akan mengikuti UKW, dengan kerja sama dari Kementerian Kominfo.
Atik juga menyampaikan bahwa mereka sedang menunggu adanya revisi terhadap undang-undang penyiaran. Melalui revisi tersebut, diharapkan dapat memperkuat posisi lembaga penyiaran publik seperti RRI. Harapan besar adalah agar RRI tetap mampu bersaing dan beradaptasi di tengah perkembangan media digital yang cepat.
“Kami masih menunggu revisi UU Penyiaran untuk menuju RRI yang multiplatform. Mudah-mudahan, berita yang disampaikan kepada masyarakat tidak hanya mengejar kecepatan, tetapi juga menjamin akurasi,” tandasnya.
Sumber: Portaljatengprovgoid
Komentar