Epidemiolog Ingatkan Masa Krisis Covid-19 Indonesia Belum Berakhir

Epidemiolog Ingatkan Masa Krisis Covid-19 Indonesia Belum Berakhir Ilustrasi perawatan pasien Covid-19. Foto: unsplah.com

Queensland, Pos Jateng - Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Dicky Budiman mengingatkan masa krisis pandemi Covid-19 di Indonesia belum berakhir. Maka dari itu, masyarakat diimbau agar tetap waspada, termasuk ancaman gelombang ketiga dan varian baru virus tersebut.

"Ya kita memang sudah lewat puncaknya, namun masa krisis belum berakhir. Masa krisis delta ini rata-rata 12 minggu dan itu bisa sampai akhir September," ujarnya, dilansir dari Alinea.id, Rabu (1/9).

Terlebih, kata Dicky, ancaman varian delta terutama di wilayah Jawa dan Bali belum selesai saat ini. Bahkan, varian delta itu sudah masuk wilayah pedesaan.

"Ini kita bisa terancam varian lainnya, yang bisa lebih hebat dari virus delta. Di mana varian delta ini kan belum selesai kita atasi," jelasnya.

Dia menilai keputusan pemerintah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama sepekan ke depan hingga 6 September 2021 adalah tepat.

"Strategi pemerintah ini sudah tepat, hanya tentang komunikasinya, ini yang harus ditingkatkan supaya masyarakat paham bahwa ini untuk memproteksi mereka," ujarnya.

Menurut dia, vaksinasi merupakan sebuah keharusan dan menjadi salah satu kunci dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Kuncinya tetap sama, apapun variannya, 3T, 5M dan vaksinasi itu kuncinya sampai akhir pandemi ini terus, itu kuncinya tetap triad strategies," katanya.

Dia menilai strategi 3 T atau pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) perlu digenjot, selain vaksinasi dan protokol kesehatan.

"Dan ancaman gelombang ketiga nyata ada, setidaknya September atau Oktober ini bisa terjadi ancaman itu. Ini yang harus disadari," imbuhnya.

Mengendalikan Covid-19 dinilai bukan hanya tugas pemerintah. Masyarakat juga harus waspada, seperti tetap membatasi diri masing-masing.

"Bahwa ke pasar jangan tiap hari, ke mal juga jangan tiap hari juga, yang seperlunya saja. Artinya kalau semua begitu kan mal-nya tidak penuh. Kalau enggak perlu makan di tempat ya beli take away saja, hal-hal inilah yang harus menjadi kesadaran pemahaman bersama, perlu pola perilaku baru itu," pungkasnya.