Sastra Jawa kian Termarginalisasi

Sastra Jawa kian Termarginalisasi Aksara Jawa di bagian bawah Arca Joko Dolog atau perwujudan Raja Kertanegara di Kota Surabaya, Jatim, 3 September 2017. (Foto: Antara Foto/Moch. Asim)

Yogyakarta - Kemajuan bahasa dan sastra Indonesia bertolak belakangan Jawa. Bahasa dan sastra Jawa, bahkan dianggap termarginalisasi.

Hal itu, kata Kepala Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pardi Suratno, akibat perubahan masyarakat yang kian plural. "Penguasaan bahasa Indonesia menjadi kebutuhan dan bahasa Jawa ditinggalkan," ujarnya, Rabu (20/2).

Kondisi tersebut menyebabkan kemampuan berbahasa lokal kian sempit. Bahasa daerah pun mengalami pengurangan pemakaian.

"Di bidang pengajaran, bahasa dan sastra Jawa mengalami kemunduran," ungkap dia. Sektor ekonomi demikian pula, posisi tawar sastra Jawa kian rendah.

Baca: DIY Sosialisasikan Hancaraka ke Generasi Muda

Pakar bahasa Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Ratna Saktimulya, berpandangan serupa. Dicontohkan dengan berkurangnya porsi pelajaran bahasa Jawa pada pendidikan formal.

Pelajaran bahasa Jawa dianggap sulit dan membosankan. Sehingga, kegiatan belajar mengajar tak maksimal.

"Sejumlah program pemerintah untuk melestarikan bahasa jawa sudah cukup baik, tetapi perlu peningkatan. Misalnya, sampai pada tataran menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa, aksara Jawa," urai dia.

Sementara, menurut Pardi, perlu regulasi agar pelestarian dan pengembangan sastra Jawa berjalan baik. Juga butuh terobosan baru.

"Dorongan penggunaan Bahasa Jawa dengan menciptakan gerakan berbahasa Jawa dan menggunakan busana Jawa, memang berdampak positif, tapi ini kurang nendang," bebernya.