Sebanyak 14 ADHA Dikeluarkan dari Sekolah

Sebanyak 14 ADHA Dikeluarkan dari Sekolah Mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya membentangkan poster saat melakukan aksi peringatan Hari AIDS Sedunia di Kota Surabaya, Jatim, 1 Desember 2018. (Foto: Antara Foto/Moch. Asim)

Surakarta - Sebanyak 14 siswa diduga pengidap HIV/AIDS di Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), terpaksa keluar dari tempatnya mengenyam pendidikan. Soalnya, didesak wali siswa lainnya dengan dalih tak ingin tertular.

Para korban yang duduk dari kelas 1-4 sekolah dasar (SD) itu, kini dikembalikan ke rumah khusus anak dengan HIV/AIDS (ADHA) milik Yayasan Lentera, Kompleks Makam Taman Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug.

Mulanya, kata Ketua Yayasan Lentera, Yunus Prasetyo, wali siswa mengadakan pertemuan dengan komite dan pihak sekolah. Mereka keberatan dengan keberadaan 14 ADHA. Pun membuat berita acara.

"Isi surat intinya, mereka keberatan dan meminta anak itu untuk tidak sekolah di situ. Komite mengamini, berarti menyetujui. Sekolah menandatangani, berarti sekolah juga menyetujui. Itu yang terjadi," ujarnya, baru-baru ini.

Penolakan tersebut, ungkap dia, biasa diterimanya. ADHA yang ditampung Yayasan Lentera pernah ditolak saat masuk taman kanak-kanak (TK).

"Saya menyayangkan program dari Dinas Pendidikan yang melaksanakan proses regrouping sekolah, tanpa ada sosialisasi yang jelas. Sehingga, terjadi gejolak," jelasnya.

"Sebelumnya tidak ada masalah, sebelum ada regrouping. Sudah tiga tahun, empat tahun, tidak ada masalah," imbuhnya menerangkan.

Yayasan Lentera sudah berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Masalah itu menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Kami inginnya mereka tetap sekolah formal, bukan nonformal, bukan home schooling, karena kebutuhan anak ini bukan masalah membaca, berhitung," tegas Yunus.

Terpisah, Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, menyayangkan adanya penolakan tersebut. Diduga karena buruknya sosialisasi tentang HIV/AIDS.

"Walaupun penyakit hanya ditularkan lewat hubungan seksual dan jarum suntik, tapi yang namanya masyarakat, ya, pokoke mboten. Memang kita harus bersama-sama menyosialisasikan ini, agar masyarakat paham," tutupnya.