Kala Rektor UGM Sangkal Pernyataan Sebelumnya

Kala Rektor UGM Sangkal Pernyataan Sebelumnya Rektor UGM, Panut Mulyono. (Foto: Dok. Kagama)

Yogyakarta - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono, menegaskan, dirinya tak menolak panggilan Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam mengusut dugaan malaadministrasi penanganan kasus perkosaan mahasiswi.

"Oh, enggak, enggak. Sama sekali saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan keberatan, tidak mau dipanggil," ujarnya usai memenuhi panggilan pertama di Kantor Ombudsman DIY, Kota Yogyakarta, Selasa (8/1).

"Jadi mohon, ya, bahwa Rektor UGM itu sama sekali tidak menolak panggilan. Dan UGM menghormati institusi-institusi apapun, ya. Kita sama-sama institusi negara yang harus menjalankan tugas sebaik-baiknya," tambah dia.

Ketua Ombudsman DIY, Budhi Masthuri, sebelumnya menyatakan, Panut menolak menemui tim yang diutusnya. Hal tersebut, diklaim sebagai penyebab molornya target penyelesaian pengusutan perkara ini.

Baca: Rektor UGM Disebut Menolak Temui Ombudsman DIY

Ombudsman pun mewacanakan pemanggilan paksa, bila Panut tak memenuhi tiga undangan sebelumnya. Panggilan pertama dilayangkan 2 Januari untuk hadir pada Selasa.

Gayung bersambut, Panut memastikan, dirinya takkan memberikan keterangan kepada Ombudsman. Namun, akan disampaikan Bagian Humas dan Protokol serta Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, sebagaimana kesepakatan internal.

Baca: Dalih Rektor UGM Emoh Temui Ombudsman

Namun, dia ternyata menyambangi Kantor Ombudsman DIY, pagi tadi, sekitar pukul 09.55. Panut ditemani didampingi Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Yogyakarta Iva Aryani serta beberapa anggotanya.

Baca: Rektor UGM Datangi Kantor Ombudsman DIY

Pada kesempatan sama, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Paripurna, menyatakan, hadirnya Panut merupakan iktikad baik "Kampus Biru". Dia lantas menerangkan kronologisnya.

"Undangan pertama itu tanggal 19 Desember. Tanggal 19 Desember UGM baru mengadakan dies, di mana hadir di situ tamu-tamu VIP, menteri, dan sebagainya. Jadi, tidak mungkin pada tanggal 19 Desember," terangnya.

"Kemudian tanggal 31 (Desember 2018) tanpa pemberitahuan, ORI (Ombudsman RI) hadir ke kampus. Waktu itu, Pak Rektor sedang mengadakan rapat yang sangat penting," imbuhnya.

Setelahnya, lanjut Paripurna, Ombudsman dan UGM bersepakat mengadakan pertemuan tanggal 2 Januari. Lantaran kesibukan Panut, tim Ombudsman dipersilakan datang langsung ke rektorat.

"Tanggal 2 (Januari) itu, kami sudah menunggu sebetulnya jam 09.00. Kemudian, ORI memutuskan untuk menggunakan mekanisme panggilan," dalihnya. "Tapi kalau panggilan, ya, sudah, nanti kami menunggu surat panggilannya. Tanggal 3 (Januari) kalau tidak salah (ada surat panggilan)," lanjut dia.

Tujuh Pertanyaan
Di sisi lain, Panut mengungkapkan, dirinya menerima tujuh pertanyaan dari pimpinan Ombudsman. "Kalau diskusi, kan, ya, berkembang," ucapnya.

Seluruh pertanyaan terkait prosedur penanganan kasus dugaan perkosaan mahasiswi UGM saat kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, medio 2017.

"(Ditanya) prosedur penanganan dari awal sampai akhir, yang di situ kemarin Pak Kepala (Ombudsman) masih kurang informasi tentang misalnya tanggal. Dari tanggal sekian sampai tanggal sekian, ada kekosongan (penanganan)," ungkap dia.

Sebagai informasi, ada dua hal yang disoroti Ombudsman dalam mengusut kasus tersebut. Yakni, berlarut-larutnya pengusutan kasus dan masuknya nama terduga pelaku berinisial HS dalam daftar wisudawan November 2018.

Panut pun menjawab seluruh pertanyaan tersebut. "Sudah kami jelaskan, bahwa pada tanggal-tanggal itu, kami melakukan ini, kami melakukan itu. Begitu. Sehingga, alhamdulillah, semuanya sudah clear," tuturnya.