​BBWS Janjikan Bangun Huntara Kalimati dalam 5 Pekan

​BBWS Janjikan Bangun Huntara Kalimati dalam 5 Pekan Anak-anak warga Tambakrejo korban penggusuran normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) menyalami Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo (kedua kiri), di tenda pengungsian di Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jateng, Senin (13/5). (Foto: Twitter/@kominfo_jtg)

SEMARANG - Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana menjanjikan pembangunan hunian sementara (huntara) di Kalimati, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), rampung dalam lima pekan. Proyek turut dikerjakan warga dan pemerintah kota (pemkot)

"BBWS akan bekerja minta waktu lima minggu untuk menguruk dan kawan-kawan warga sini, akan membantu. Kawasan ini akan diuruk semua," ujar Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, saat meninjau lokasi pembangunan, Senin (13/5).

Lokasi akan ditempati 97 kepala keluarga (KK) warga Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara. Mereka merupakan korban penggusuran proyek normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur (BKT).

Baca juga:
Ricuh, Penggusuran di Bantaran BKT Semarang
Korban Penggusuran Tambakrejo Akan Tinggal di Kalimati

Tak seluruh warga Tambakrejo akan bermukim di sana. Sebanyak 60 KK lainnya, berdasarkan keterangan pers yang diterima, sepakat direlokasi ke Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Kudu.

Sebelum proses pendirian huntara rampung, warga kini tinggal di tenda. Disediakan Pemkot Semarang dan Palang Merah Indonesia (PMI) Malang.

Proses pengerjaan baru pengurukan lahan calon huntara. Ganjar berharap, tiada lagi polemik antara warga, pemkot, dan BBWS. Jika ada yang dipersoalkan, diminta menyampaikan langsung.

"Kalau ada yang mau bertanya, langsung kepada Pak Hendi (Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, red) atau saya," ucapnya, "Saya lihat hari ini sudah baik hubungannya. Tidak ada lagi cerita-cerita BBWS kesulitan masuk."


Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melanjutkan, bakal banyak opsi bagi warga Tambakrejo ke depannya. Rusunawa di sekitar permukiman yang telah dirobohkan, misalnya.

"Kemarin ada banyak pilihan, tapi kedua belah pihak sudah sepakat rusunawa. Namun, kesepakatan itu bukan hal mati. Masih bisa dirembuk. Bisa dinegosiasi," tutup Ganjar.