Doktor di Australia Terinsipirasi Kasus Hukum Ketua RT

Doktor di Australia Terinsipirasi Kasus Hukum Ketua RT Ong Budiono dan sejumlah warga memprotes proses hukum terhadap dirinya. (Foto: jatengtoday.com/Andika P.)

Semarang - Doktor Ilmu Filsafat Universitas Melbourne, Australia, Yusak Bambang Hermawan, meluncurkan bukunya berjudul Keadilan buat Pak RT.

Buku setebal 170 halaman ini, ditulis berdasarkan kisah kriminalisasi terhadap Ong Budiono, Ketua RT 02 RW 02, Kelurahan Karangayu, Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), saat meminta iuran wajib bulanan warga. Dia dituduh memeras dan kasus ditangani Bareskrim Mabes Polri.

Yusak menyatakan, mengikuti perkembangan kasus Budiono melalui media sosial (medsos) dan berita yang beredar. Menurutnya, kasus cukup unik lantaran Bareskrim yang mengusut perkara sepele tersebut.

"Awalnya, tidak paham cerita Pak Ong. Tapi, di medsos dan beberapa pemberitaan, ternyata ada masalah. Akhirnya, saya menanyakan ke yang bersangkutan langsung," ujarnya, di Kota Semarang, beberapa saat lalu.

Dia menerangkan, kehidupan masyarakat di RT 2 RW 2 Karangayu, selama ini harmonis dan sangat bagus. Kondisi berubah drastis kala pendatang menolak membayar iuran warga. Bahkan, Bareskrim sempat menetapkan Budiono sebagai tersangka.

"Pesan moral yang ingin saya sampaikan, itu soal kemanusiaan. Hukum jangan dibuat main-main," tegas Yusak.

"Di negara ini, sangat mudahnya polisi melakukan BAP (berita acara pemeriksaan) masyarakat. Polisi harus bisa melihat imbasnya, kalau kasusnya tak terbukti," imbuhnya mengingatkan.

Butuh waktu sekitar satu bulan bagi Yusak untuk menulis buku tersebut. Meski begitu, data yang disajikan cukup komplet, baik data dakwaan, pembelaan, hingga putusan.

Pada terbitan awal, buku seharga Rp72 ribu tersebut dicetak 5 ribu eksemplar. Yusak mengklaim, 2 ribu eksemplar sudah terjual secara dalam jaringan (online).

Pada kesempatan sama, Budiono mengapresiasi buku Keadilan buat Pak RT. "Melalui buku ini, saya bercerita tentang kriminalisasi yang saya alami," ungkapnya.

Wakil Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang itu bersyukur, lantaran dinyatakan bebas murni oleh pengadilan. Namun, menyesal pernah dipenjara 10 hari di Mabes Polri.

"Saya tak sekalipun bayar jasa advokat. Saya terharu bisa dibela maksimal oleh kuasa hukum saya. Maka dari itu, orang-orang yang terlibat dalam kasus kriminalisasi saya, harus dibongkar," inginnya.