Antisipasi Kasus Leptospirosis, Dinkes Klaten Gencarkan Sosialisasi di Semua Faskes

Antisipasi Kasus Leptospirosis, Dinkes Klaten Gencarkan Sosialisasi di Semua Faskes Dinkes Klaten menggelar pelatihan pengendalian penyakit Leptospirosis bagi 34 Puskesmas. Foto: dinkes.klaten.go.id

Klaten, Pos Jateng – Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten menggencarkan sosialisasi terkait penyakit Leptospirosis di semua fasilitas Kesehatan (faskes) dan klinik di wilayahnya. Hal tersebut bertujuan untuk mengantisipasi penularan penyakit ‘kencing tikus’, khususnya saat musim hujan seperti sekarang ini.

Kepala Dinkes Klaten, Cahyono Widodo mengatakan, sosialisasi terus digencarkan, mengingat penyakit tersebut memiliki gejala yang hamper sama dengan penyakit pada umumnya.

“Gejalanya hamper sama dengan penyakit lainnya. Kami sjuga udah minta seluruh faskes dan klinik untuk menegakkan diagnosis sekaligus pengobatannya,” paparnya, Rabu (23/11).

Melansir dari kemkes.go.id, leptospirosis merupakan penyakit yang bersumber dari binatang (zoonosis) yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang terdapat pada kencing tikus. Gejala dari penyakit ini, yaitu demam, mata merah, kulit berwarna kekuningan, sakit kepala, mual, muntah, tidak nafsu makan, dan nyeri otot pada betis.

Cahyono menambahkan, saat ini kasus Leptospirosis di Klaten tertinggi di Jawa Tengah. Selain faktor daerah endemis, tingginya kasus tersebut juga disebabkan oleh masifnya pendeteksian penyakit yang dilakukan oleh Dinkes.

“Biasanya kita (Klaten) bersama Demak dan Semarang bergantian (urutan kasus tertinggi). Kita tertinggi karena memang daerah endemis. Mungkin daerah lain ada tapi tidak terdeteksi. Sedangkan kita deteksinya bagus, peralatan ada, dan sumber daya manusia (SDM) kita punya,” imbuhnya.

Sementara itu, Sub Koordinator Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Klaten, Wahyuning Nugraheni mengatakan, angka kasus Leptospirosis secara tahunan mengalami kenaikan. Tahun ini tercatat sudah ada 78 kasus, sedangkan tahun 2021 hanya ada 22 kasus.

“Tahun 2021 hanya ada 22 kasus dengan lima kematian. Tahun ini, sudah tercatat 78 kasus. Memang naik. Ada 10 kecamatan yang dua tahun terakhir ditemukan kasus,” terangnya.

Lebih lanjut, Wahyuning menjelaskan, persebaran Leptospirosis di 10 kecamatan tersebut terbilang merata, yaitu Kecamatan Bayat, Gantiwarno, Wedi, Kalikotes, Trucuk, Klaten Selatan, Ngawen, Karanganom, Jogonalan, dan Polanharjo.

“Penderita Leptospirosis umumnya beraktivitas di sawah, seperi petani dan pencari rumput. Tapi di luar itu juga bisa, sebab semua tikus bisa menularkan, tidak hanya tikus sawah. Untuk itu masyarakat semua jangan lupa menjaga kebersihan dan gunakan alat pelindung saat di sawah,” pungkasnya.