Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)

Kunci Sukses Penanggulangan TBC di Indonesia

Kunci Sukses Penanggulangan TBC di Indonesia

Penanggulangan TBC memerlukan pendekatan yang desentralisasi, di mana pemerintah daerah diberi peran yang lebih besar dalam implementasi program.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan, penanggulangan Tuberkulosis (TBC) membutuhkan kolaborasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan TBC (TP2 TB) yang dipimpin oleh Kepala Daerah, dengan Surat Keputusan (SK) yang sah. SK dari Kepala Daerah akan memberikan kekuatan lebih besar untuk mendorong aksi nyata di lapangan.

"Selanjutnya, setiap daerah harus menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) yang jelas dan terukur. RAD ini akan menjadi panduan bagi daerah untuk melaksanakan program-program penanggulangan TBC secara efektif, dengan langkah-langkah yang terintegrasi di semua level pemerintahan." kata Tito dalam Forum 8 Gubernur Penuntasan Tuberkolosis ( TBC ) Pada 8 Provinsi Dengan Beban Tinggi yang dipantau online

Tito Karnavian juga menegaskan, kesuksesan penanggulangan TBC bergantung pada koordinasi yang baik antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Tanpa adanya tim dan RAD yang solid, upaya penanggulangan TBC di tingkat daerah akan terhambat dan kurang optimal.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo sangat mengapresiasi langkah Kementerian Dalam Negeri yang fokus pada penanggulangan TBC dan distribusi dokter spesialis melalui PPDS di RSUD. Menurut Windhu, penanggulangan TBC memerlukan pendekatan yang desentralisasi, di mana pemerintah daerah diberi peran yang lebih besar dalam implementasi program.

Windhu menilai, meskipun Kementerian Kesehatan telah berupaya, masalah kesehatan sering terhenti di tingkat pemerintah daerah. Kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan, khususnya dalam pemberantasan TBC yang mana Indonesia menduduki peringkat kedua setelah India.

"TBC adalah masalah kesehatan yang sangat besar di negara kita. Dengan Mendagri yang terlibat aktif, mendorong pemda untuk turun tangan, kita bisa mulai melihat solusi yang lebih terdesentralisasi. Tanpa pengawasan langsung dari pusat, banyak pemda yang tidak terlalu bersemangat untuk menangani masalah ini. Ini adalah kesempatan untuk menciptakan sistem kesehatan yang lebih merata dan efektif," jelas Windhu.

Selain itu, Windhu juga mengkritik pendekatan PPDS di RSUD yang meskipun menawarkan solusi untuk distribusi dokter spesialis, masih memiliki tantangan. Menurutnya, pendidikan berbasis magang rumah sakit cenderung menghasilkan dokter terampil tetapi mungkin kurang mendalam dalam dasar keilmuwan medis.

"Namun, meskipun ini bukan solusi sempurna, PPDS di RSUD bisa memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah dengan menambah jumlah dokter spesialis. Ini juga memungkinkan RSUD untuk naik tipe, meningkatkan kualitas rumah sakit dan pelayanan di daerah," tambah Windhu.

Namun, Windhu menekankan bahwa untuk memastikan kualitas dokter yang dihasilkan, kerjasama antara pusat dan daerah sangat penting, khususnya dalam membuka fakultas kedokteran yang bisa mengimbangi program PPDS dan memastikan standar pendidikan yang lebih baik.

"Untuk mencetak dokter spesialis berkualitas, daerah perlu memiliki fakultas kedokteran yang mendukung. Jika hanya mengandalkan rumah sakit, kualitas peserta PPDS bisa bervariasi dan itu bisa berdampak buruk. Dokter spesialis harus terampil sekaligus memiliki dasar keilmuwan yang kuat," katanya.

Windhu juga menekankan bahwa meskipun ada tantangan, langkah Mendagri untuk menginisiasi PPDS di RSUD adalah sebuah langkah yang perlu dicoba dan dievaluasi seiring waktu. Program ini memberikan kesempatan bagi daerah untuk mendapatkan dokter spesialis, serta meningkatkan tipe rumah sakit, yang pada akhirnya akan memperkuat layanan kesehatan di daerah.

Komentar