Pengamat yakin hakim praperadilan Rizieq Shihab independen

Pengamat yakin hakim praperadilan Rizieq Shihab independen Ilustrasi. Pixabay

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menangani perkara praperadilan tersangka kasus dugaan penghasutan dan kerumunan, Rizieq Shihab, diyakini independen. Karena itu, semua pihak dimintamenerima apa pun keputusannya.

Pakar hukum pidana Edi Saputra Hasibuan menyatakan, polisi memiliki dasar kuat dalam menetapkan Rizieq sebagai tersangka dan menahannya. Keputusan pun dinilai melalui proses hukum sesuai undang-undang berlaku.

"Polisi pasti memiliki alasan menetapkan tersangka. Rizieq Shihab juga memiliki alasan kenapa mengajukan praperadilan. Saya kira tinggal kita lihat saja putusannya seperti apa nanti. Kita harapkan semua bisa menerima putusan ini," katanya, Senin (4/1).

Edi mewanti-wanti Rizieq dan pendukungnya tidak boleh kecewa apalagi sampai protes berlebihan jika gugatan ditolak. "Tidak anarkis, tidak ribut, itu yang paling penting."

"Semua pihak betul-betul menjaga keamanan karena keamanan paling penting, masyarakat juga bisa tenang," sambung dia.

Dirinya mengingatkan, proses peradilan, termasuk sidang praperadilan, tidak bisa dijadikan sebagai panggung pemohon untuk membuat opini. Baginya, hakim takkan terpengaruh desakan publik.

"Kita minta hakim betul-betul memberikan suatu putusan yang independen," tutupnya.

Sementara itu, pengamat kepolisian, Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto, berpendapat, gugatan praperadilan merupakan hak terperiksa atau tersangka sebelum disidangkan. Diyakininya, hakim bisa memutus gugatan tersebut secara independen.

Rizieq Shihab mengajukan praperadilan ke PN Jaksel, 15 Desember 2020. Gugatannya terdaftar dengan nomor register 150/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel. Sidang perdana telah dimulai kemarin (Senin, 4/1). 

Terdapat tujuh permohonan yang diajukan, di antaranya meminta Polri menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3) serta mendorong hakim menyatakan penyidikan tentang pelanggaran Pasal 160 dan Pasal 216 KUHP serta Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan tidak sah dan tak berdasar hukum.