https://jatengprov.go.id/wp-content/uploads/2025/05/20250514_161627.jpg

Mencegah Krisis, BGN Didorong Gandeng Pemda Awasi MBG

Mencegah Krisis, BGN Didorong Gandeng Pemda Awasi MBG

Pentingnya desentralisasi kewenangan agar Pemda diberi ruang lebih luas untuk mengawasi kualitas gizi program MBG.

Krisis berulang dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengungkap fakta penting, yakni pengawasan gizi di bawah Badan Gizi Nasional (BGN) yang minim melibatkan pemerintah daerah (Pemda) sulit berjalan maksimal.

Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, menilai, pola pelaksanaan MBG yang masih bersifat top-down perlu diubah. Ia menekankan pentingnya desentralisasi kewenangan agar Pemda diberi ruang lebih luas untuk mengawasi kualitas gizi program MBG.

“Pemerintah daerah yang paling memahami kondisi lapangan, sehingga lebih tepat dalam memitigasi potensi kasus keracunan,” ujarnya, Sabtu (27/9).

Meski begitu, Insan menegaskan perlunya mekanisme checks and balances. Menurutnya, desentralisasi kewenangan Pemda tetap harus diimbangi dengan pengawasan dari pemerintah pusat. Dengan begitu, tercipta keseimbangan antara pusat sebagai penyedia program dan Pemda sebagai penanggung jawab regional yang memiliki akses langsung terhadap infrastruktur serta perangkat daerah.

“Harus ada mekanisme kontrol bersama, baik dari pusat, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, maupun organisasi masyarakat sipil. Dengan begitu, potensi penyelewengan, korupsi, atau inefisiensi bisa cepat terdeteksi dan ditangani,” tambahnya.

Sementara itu, sejumlah daerah sudah menunjukkan inisiatif tanpa menunggu instruksi formal dari BGN. 

Wali Kota Surakarta Respati Ardi menegaskan,meski pengawasan tidak secara formal diminta oleh Badan Gizi Nasional (BGN), Pemkot Surakarta mengambil langkah inisiatif dengan melibatkan Dinas Pangan, Dinas Kesehatan, serta Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG),untuk memastikan program berjalan sesuai standar.

“Kami turun langsung setiap hari. Dinas Pangan mengawasi proses memasak, sedangkan Dinas Kesehatan melakukan uji acak sebelum distribusi,” jelasnya.

Pengawasan dilakukan menyeluruh, mulai dari bahan baku, proses memasak, penyegelan, hingga distribusi. 

Respati menekankan, pengawasan MBG bukan sekadar formalitas, melainkan tanggung jawab moral Pemkot untuk melindungi generasi muda.

“Program ini menyentuh langsung kebutuhan warga. Kami harus pastikan aman, sehat, dan sesuai standar. MBG adalah program mulia Presiden Prabowo untuk mencetak generasi kuat, dan kami siap menjaganya,” tegasnya.

Langkah serupa juga diambil Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, memberikan tiga arahan strategis kepada pengelola SPPG, pertama meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan Forkopimcam di wilayah kerja masing-masing. kedua, bersinergi dengan OPD teknis, seperti Dinas Lingkungan Hidup, untuk penanganan limbah dan sanitasi. Dan ketiga, menjaga kualitas, kebersihan, dan keberagaman menu agar sesuai kebutuhan gizi serta diterima dengan baik oleh penerima manfaat.

Nurul menegaskan, program MBG tidak boleh gagal dalam misi mulianya meningkatkan status gizi anak-anak Bojonegoro. Pemkab bahkan siap menindak tegas apabila ditemukan pelanggaran atau kelalaian.

“Program ini harus menjadi kebanggaan Bojonegoro. Jangan sampai tujuan baik ini tercoreng oleh kecerobohan,” ujarnya.

Inisiatif sejumlah daerah tersebut, sejalan dengan arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Ia menekankan, keberhasilan MBG sangat bergantung pada sinergi pemerintah pusat dan daerah.

“Koordinasi antara Pemda dan Satgas MBG mutlak diperlukan. Dengan sinergi yang baik, persoalan di lapangan, termasuk kasus keracunan siswa, bisa diminimalisir bahkan dicegah,” tegas Tito.

Mendagri menambahkan, keberhasilan MBG tidak cukup ditentukan oleh kebijakan nasional semata. Peran aktif Pemda melalui Satgas MBG menjadi kunci agar pengawasan gizi berjalan optimal sekaligus memastikan program tepat sasaran.

Komentar