Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Pemerintahan Indonesia (Puspolrindo), Yohanes Oci, menilai langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membidani pembentukan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (KEPP Otsus Papua) sebagai skenario strategis untuk mempercepat pembangunan di Papua.
Menurut Yohanes, pengalaman Tito saat menjabat sebagai Kapolda Papua tidak dapat dilepaskan dari lahirnya KEPP Otsus Papua. Ia menilai tersendatnya pembangunan di Papua selama ini berkaitan erat dengan ketidaksinkronan rencana pembangunan pemerintah pusat dengan karakteristik alam serta kebutuhan masyarakat Papua. Oleh karena itu, KEPP Otsus Papua dibentuk untuk “menata ulang” model pembangunan agar lebih kontekstual dan tepat sasaran.
“Mendagri merancang KEPP Otsus Papua sebagai bentuk konkret kehadiran negara untuk memastikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua benar-benar dijalankan secara efektif,” ujar Yohanes, Rabu (17/12/2025).
Sebagai Mendagri yang memiliki kewenangan membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Tito dinilai memiliki posisi strategis untuk memastikan percepatan pembangunan di Papua melalui keberadaan KEPP Otsus Papua.
“Komite ini dapat dipahami sebagai instrumen koordinatif agar kebijakan pusat sejalan dengan kebutuhan riil daerah Papua, yang memiliki kekhususan dari aspek sosial, budaya, geografis, dan demografis,” kata Yohanes.
Ia menambahkan, komposisi Tim KEPP Otsus Papua yang didominasi oleh masyarakat asal Papua menunjukkan telah dijalankannya mandat Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021. Namun demikian, Yohanes mengingatkan percepatan pembangunan berisiko tidak optimal tanpa peran aktif pemerintah daerah di enam provinsi Papua serta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, terutama dalam mengarahkan kebijakan sesuai prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Yohanes juga menilai usulan Tito untuk membentuk mekanisme umpan balik dari pemerintah daerah dalam merancang percepatan pembangunan Papua—yang disampaikan saat pengarahan Presiden RI kepada kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025)—sebagai langkah antisipatif agar pembangunan tidak bersifat top-down semata. Langkah ini penting agar pembangunan tidak hanya memenuhi perspektif pusat, tetapi juga mempertimbangkan karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakat Papua.
Menurut Yohanes, kondisi geografis Papua yang menantang memang memerlukan pendekatan pembangunan bottom-up, yang bertumpu pada peran pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Dengan demikian, kebijakan percepatan pembangunan yang dihasilkan dapat bersifat adaptif terhadap kondisi geografis dan sosial Papua.
“Terobosan Mendagri Tito Karnavian yang berorientasi pada sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah merupakan langkah positif. Ini memastikan kebijakan tidak hanya bersifat top-down, tetapi juga bottom-up, serta akomodatif terhadap permasalahan dan potensi daerah Papua, sehingga otonomi khusus benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tegas Yohanes.
Meski demikian, Yohanes menekankan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar tetap harus menjadi prioritas utama percepatan pembangunan di Papua, sembari memperkuat ekonomi lokal secara bertahap. Ia mengingatkan agar KEPP Otsus Papua dan Kemendagri tidak semata fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga tanggap terhadap potensi tumpang tindih kewenangan serta resistensi kepercayaan masyarakat.
“Untuk meminimalkan resistensi, komite harus memperkuat koordinasi lintas sektor, baik dengan kementerian maupun pemerintah daerah Papua, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses perumusan dan pengambilan keputusan,” katanya.
Sebelumnya, dalam pengarahan Presiden RI kepada kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025), Mendagri Tito Karnavian menyampaikan bahwa KEPP Otsus Papua bertugas mengharmonisasi dan menyinkronkan program kementerian dan lembaga agar kompatibel dengan percepatan pembangunan di Papua.
“Komite ini juga akan melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala setiap tiga hingga empat bulan untuk melihat program mana yang berjalan dan mana yang tidak, sekaligus mengidentifikasi kendala yang dihadapi,” ujar Tito.
Tito menjelaskan, KEPP Otsus Papua akan merancang model pembangunan yang bertumpu pada masukan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Strategi ini diterapkan untuk menghindari kegagalan program akibat ketidaksesuaian dengan karakteristik alam dan kebutuhan masyarakat Papua.
Dalam kesempatan tersebut, Tito juga memohon dukungan anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung kinerja anggota dan staf KEPP Otsus Papua. Pasalnya, seluruh anggota komite harus terjun langsung secara berkala ke enam provinsi serta 42 kabupaten/kota di Papua dengan jarak dan medan yang tidak mudah.
“Ini penting untuk memastikan setiap program benar-benar berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Tito.
Sebagai informasi, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk untuk mengharmonisasi program percepatan pembangunan di Papua dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2025.