Isu Pemilu 2024 Ditunda, Pengamat: Negara Ini Bukan Kuasa Oligarki

Isu Pemilu 2024 Ditunda, Pengamat: Negara Ini Bukan Kuasa Oligarki Ilustrasi Pemilu. Foto: unsplash.com

Nasional, Pos Jateng - Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, meminta masyarakat untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dengan alasan apapun. Menurutnya, penunda pemilu mengakibatkan negara kehilangan kualitas demokrasinya.

"Yang berkuasa di Republik Indonesia adalah kuasa rakyat bukan kuasa para oligarki, kembali ke rakyat, negara tidak boleh tergelincir menjadi despotisme (sewenang-wenang). Regresi demokrasi juga ditandai dengan menunda pemilu dan menambah masa jabatan presiden," kata Pangi dalam keterangannya, dikutip dari Alinea.id, Senin (7/3).

Pangi menegaskan, saat ini demokrasi dalam keadaan bahaya dan mestinya alarm demokrasi berbunyi. Pasalnya, Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 yakni pada Rabu, 14 Februari 2024.

Namun pada saat yang sama tiba-tiba secara sistematis, muncul pernyataan para ketua umum partai koalisi Golkar, PKB dan PAN menginginkan agar jadwal pemilu ditunda.

"Apakah ini fenomena alamiah, siapa operator politik yang mendesainnya? Apakah dalangnya adalah kelompok basis kekuasaan para oligarki? Aktor-aktor yang tidak menginginkan pestanya cepat berakhir, rencana jahat para oligarki membeli partai-partai politik demi melanggengkan kekuasaanya?" tanya Pangi.

Menurutnya, hal yang dikhawatirkan saat ini adalah kemunduran demokrasi dan kembali terjebak pada rezim otoriter. Ia menyebut, asumsi demikian semakin menempel pada rezim pemerintahan saat ini.

"Common enemy kita hari ini adalah kaum oligarki yang mau menghabisi demokrasi. Fenomena demokrasi pasca gelombang ketiga demokrasi (democracy’s third wave) menunjukan bahwa kemunduran demokrasi berada di tangan para politisi yang terpilih secara demokratis, didorong dan dibiayai dari kekayaan aktor-aktor oligarki," tegasnya.

Berdasarkan survei Voxpol Center Research and Consulting pada Juli 2021, mayoritas responden atau 73,3% menyatakan tidak setuju masa jabatan presiden diperpanjang. Dari jumlah itu, sebesar 34,4% menyebut perpanjangan jabatan presiden mengakibatkan kemunduran demokrasi.

"Sebesar 28,2% (regenerasi kepemimpinan mandeg), sebesar 9,9% (menghindari KKN dan oligarki), sebesar 8,7% (tidak mau menjadi pengkhianat demokrasi), sebesar 4,6% (ingin menjebak presiden)," ungkap Pangi.