Safest 2019 Hadirkan Budaya Kontemporer

Safest 2019 Hadirkan Budaya Kontemporer Pementasan Tarian Ndolalak oleh salah satu grup kesenian Purworejo dalam Festival Seni Sawunggalih II/2019 di Stasiun (nonaktif) Purworejo, Sabtu (2/11/2019). (Foto&keterangan: Antara).

PURWOREJO - Festival Seni Sawunggalih 2019 (Safest) Kabupaten Purworejo, membangun kesadaran makin kuat masyarakat terhadap nilai-nilai cagar budaya di selatan Jawa Tengah. Demikian diutarakan Direktur Festival, Nungki Nur Cahyani.

"Di sini (Stasiun Purworejo, red) sebagai tempat festival. Ini heritage, supaya orang makin cinta heritage, aset yang perlu dilestarikan dan diekspose ke dunia," katanya di sela Festival Seni Sawunggalih 2019 di Purworejo, Sabtu (2/11) malam.

Festival berlangsung di Stasiun Purworejo Lama, yang dibangun pada awal era 1800 di ketinggian sekitar 63 meter dari permukaan air laut.

Kegiatan ditandai dengan berbagai pementasan kesenian, antara lain tarian tradisional, kontemporer, musik, dan seni rupa. Juga performa oleh para seniman dari berbagai kelompok, baik di daerah itu maupun luar Purworejo.

"Safest tahun ini banyak mendapat dukungan jaringan kesenimanan ataupun teknis. Diaspora Purworejo, Komunitas Lima Gunung Magelang, Rumah Banjarsari Surakarta, Dewan Kesenian Purworejo, Pemkab Purworejo, dan lain-lain," jelas dia.

Nungki menyebut, Stasiun Purworejo bukan sekadar terkait dengan moda transportasi dengan kisahnya, tetapi juga bagian dari heritage di daerah tersebut.

Ia juga menjelaskan, bahwa Festival Seni Sawunggalih menjadi ajang edukasi kepada masyarakat setempat. Khususnya terkait dengan perkembangan dunia kesenian, yang tidak hanya kesenian klasik keraton dan kerakyatan. Akan tetapi juga berkembang kesenian kontemporer yang berbasis tradisi.

"Banyak karya seni, bukan hanya dua genre (klasik keraton dan kerakyatan, red), tetapi ada kontemporer. Di Purworejo belum banyak seni kontemporer. Semoga festival ini menjadi wadah untuk berkembang event-event lain, tumbuh wadah seperti ini," terang wanita yang juga penari ini.

Ia juga mengemukakan tentang pentingnya dukungan dari berbagai kalangan, untuk keberlanjutan Festival Seni Sawunggalih. Pada tahun ini, sebagai penyelenggaraan tahun kedua membawa tema "Heaven & Earth".

"Harus ada penyadaran individu, supaya terbuka, instansi pemerintah mendukung niat baik insan seni untuk mengembangkan diri dan mendapat peluang mewujudkan cinta seni budaya," kata Nungki.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Purworejo, Agung Wibowo, mengatakan tentang posisi strategis daerah setempat saat ini. Terutama, terkait dengan keberadaan bandara internasional baru di Yogyakarta, di Kabupaten Kulon Progo yang berbatasan dengan Purworejo.

Selain itu, tambahnya terkait dengan pengembangan superprioritas kepariwisataan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, dengan Badan Otoritas Borobudur yang berada di Purworejo. 

Sementara, rencana pembangunan bendungan tertinggi di Indonesia, di Kecamatan Bener, Purworejo, diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Purworejo saat ini bukan isu kecil-kecilan, tetapi isu nasional. Akan membuka akses wisatawan dan investor masuk Purworejo dapat berkembang," kata Agung.

Ia mengemukakan, pentingnya masyarakat menangkap peluang kemajuan daerah itu pada masa mendatang. Terutama bagi pelaku wisata, perekonomian, dan bidang-bidang pembangunan kesejahteraan lainnya.

Pada tahun depan, Pemkab Purworejo mencanangkan tahun kunjungan wisata bertajuk "Romansa Purworejo 2020".

"Membuktikan kepada khalayak dan dunia bahwa Purworejo layak dikunjungi, kondusif untuk menerima wisatawan nusantara dan mancanegara," kata Agung dengan yakin. (Ant)