Tolak Konsinyasi, Warga Tambaklorok Ajukan Kasasi

Tolak Konsinyasi, Warga Tambaklorok Ajukan Kasasi Perwakilan Kementerian PUPR saat meninjau kawasan Kampung Bahari Tambak Lorok, Kota Semarang, Jateng. (Foto: pu.go.id)

Semarang - Beberapa warga Tambak Lorok, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), terdampak pembangunan Kampung Bahari, memastikan tak menghadiri panggilan sidang konsinyasi Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (1/11).

Sebab, warga sudah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui PN Semarang atas gugatan besaran nilai ganti rugi lahan yang diberikan pada 17 Oktober 2018 dengan nomor registrasi 374/Pdt.P/2018/PN.Smg tersebut.

"Saya menyatakan menolak (sidang konsinyasi) dan tidak akan datang, karena saya ada upaya hukum lanjutan," ujar seorang penggugat, Ahmad Suhaili, Rabu (31/10). Kasasi juga diajukan Muchlasin, Achmadi, dan Achmad Busairi.

"Saya akan berjuang sampai mendapatkan ganti rugi yang layak, karena besaran ganti rugi yang diberikan tidak sesuai," imbuhnya tegas.

Kendati begitu, Suhaili meminta juru sita PN dan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tak melakukan bongkar paksa, sebelum ada keputusan inkrah. "Meski sudah ada putusan konsinyasi," lanjut dia.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang diketahui, mengajukan konsinyasi dengan menitipkan uang ganti rugi lahan terdampak pembangunan Kampung Bahari Tambak Lorok ke PN Semarang. Dari 14 warga yang diajukan, empat di antaranya menerima uang tersebut.

Menurut Suhaili, banyak masalah sejak awal proses pembebasan lahan warga. Misalnya, masyarakat terdampak tak pernah diundang sosialisasi, pelaksanaan pembangunan jalan menuju Kampung Bahari Tambak Lorok tidak sesuai detail enginering design (DED), serta nilai ganti rugi tak sesuai.

Soal pembangunan jalan, urainya, rencana awal dibangun dengan lebar tujuh meter. Saat pemberitahuan selanjutnya, menjadi 12 meter. Informasi terakhir justru menjadi 20 meter dan semua sisi kiri jalan terkena penertiban.

Suhaili juga menerangkan mengenai ganti rugi lahan. Tokonya yang berdiri selama 38 tahun di tepi jalan Tambak Lorok, hanya diharga Rp688 juta.

"Itu, kurang dan sangat kecil. Warga yang lain, bangunan kecil dan terdampak, hanya bagian saja dapat Rp500 jutaan. Lah, toko saya itu besar. Harusnya ganti rugi itu yang masuk akal," ketusnya