Mahasiswa Gugat UU Keistimewa DIY ke MK

Mahasiswa Gugat UU Keistimewa DIY ke MK Gedung MK di Jakarta. (Foto: Google Maps/Vester Vesto)

JAKARTA - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas GaDjah Mada (UGM), Felix Juanardo Winata, menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ke Mahkamah Konstitusi. Khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf d.

Pasal tersebut mengatuh tentang kepemilikan tanah. Bunyinya, "Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: d. pertanahan."

"Pemberlakuan pasal a quo (tersebut) telah memberikan kewenangan keistimewaan bagi DIY dalam mengurus bidang pertanahannya sendiri. Secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di wilayah DIY," demikian alasan permohonan Felix. Tertuang dalam laman MK.

Ketentuan ini melegitimasi Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY nomor K.898/I/A/1975. Sehingga, nonpribumi takbisa menguasai tanah dengan status hak milik. Termasuk warga negara Indonesia (WNI) keturunan Tionghoa.

Instruksi 898/1975 dibuat Paku Alam VIII. Warga nonpribumi mencakup orang Eropa dan timur asing (Tionghoa, Arab, dan India). Mereka hanya diperkenankan mendapat hak guna.

Menurutnya, aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Di mana hak miliki merupakan hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

Juga takselaras dengan Pasal 21 ayat (1) UU Agraria. Yakni, hak milik hanya dapat dipunyai WNI. "Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan: Bahwa masyarakat berketurunan Tionghoa sepanjang merupakan WNI, berhak untuk menguasai suatu tanah dengan status hak milik," urainya.

Felix lantas meminta MK menerima dan mengabulkan permohonannya. "Menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf d UU Nomor 13 tahun 2012 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian isi petitum permohonannya.

Dirinya juga berharap putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Jika terdapat majelis hakim berpendapat lain.