Usut Kasus Perkosaan, Komnas Perempuan Cibir UGM

Usut Kasus Perkosaan, Komnas Perempuan Cibir UGM Mahasiswi memberikan dukungan terhadap penyintas sela aksi "UGM Darurat Kekerasan Seksual" di Taman Sansiro Fisipol, Sleman, DIY, Kamis (8/11). (Foto: BPPM Balairung UGM/Lidya)

Surakarta - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencibir kinerja Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam mengusut kasus perkosaan terhadap mahasiswinya. Sebab, terkesan menahan penyelesaian perkara itu.

"Kalau cuma ditutupi atas nama kode etik, korban-korban kasus serupa akan terus bungkam," tegas Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Indriati Suparno, di Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), baru-baru ini.

"Sudah ada gelar perkara (oleh polisi) di tempat kejadian. Jadi, tidak ada alasan bagi kampus untuk menutupi atas nama kode etik," imbuh dia. Kasus diusut Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Maluku, lantaran peristiwa berlangsung di Pulau Seram, medio 2017.

Baca: Polisi Sudah Gelar Perkara Kasus Perkosaan Mahasiswi UGM

Indri menyampaikan demikian, lantaran penyelesaian kasus kekerasan seksual tak cukup melalui mekanisme internal UGM, seperti membentuk tim etik. "(Bila beralasan hendak menempuh) restorative justice, itu hanya cocok untuk kasus anak, bukan perempuan korban kekerasan seksual," terangnya.

Di sisi lain, dia menerangkan, sulit mengungkap kasus pelecehan seksual dan menyelesaikan secara hukum. Pasalnya, tak ada pasal khusus yang mengaturnya secara spesifik.

"Kita hanya punya pasal itu, di UU Perburuhan. Di situ, ada unsur yang bisa dipaksakan untuk menjerat si pelaku. Selain itu, ada pasal pencabulan di KUHP. Itu bisa, tapi harus ada sentuhan fisik berorientasi seksual untuk memenuhi pelanggaran pasal itu," urainya.

Baca: Temuan Tim Investigasi, Mahasiswi UGM Diduga Diperkosa