Tahan pendukung Jokowi, pengamat: Bukti hukum tak diskriminatif

Tahan pendukung Jokowi, pengamat: Bukti hukum tak diskriminatif Warga melintas di depan mural bertema antirasial di Jalan Raya Bogor, Kota Depok, Jabar, Selasa (28/7/2020). Foto Antara/Yulius Satria Wijaya

Penangkapan terhadap Ketua Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin), Ambroncius Nababan, disebut menjadi bukti pemerintah tidak mentoleransi rasisme. Dia pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan ujaran rasial terhadap eks Komisioner Komnas HAM asal Papua, Natalius Pigai.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji, mengapresiasi penegakan hukum dugaan rasisme kepada Pigai. "Negara tidak memberi toleransi isu rasis atau mengandung SARA," katanya, Kamis (28/1).

Menurutnya, langkah kepolisian tersebut menunjukkan penegakan hukum berlaku secara setara, tidak diskriminatif, dan tak mempertimbangkan latar belakang politik. Proses hukum terhadap Ambroncius juga dianggap bisa meredam tensi publik.

"Proses hukum ini bisa juga dilakukan untuk meredam tensi publik. Tapi kalau pihak-pihak bersikap bijak dengan pendekatan keadilan restoratif, sebaiknya proses hukum tidak perlu sampai di hadapan proses hukum," tuturnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, menilai, negara sudah seharusnya tidak memberi tempat bagi isu rasisme. Siapa pun yang bersikap rasial harus diadili.

"Kita tidak boleh mentolerir adanya sikap rasisme dan negara harus bersikap tegas. Hukum dasar atau konstitusi negara kita menganut persamaan di hadapan hukum," tutupnya.

Ambroncius disangkakan melanggar Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE, Pasal 16 jo Pasal 4 huruf b ayat (1) UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan Pasal 156 KUHP.

Polisi sudah menahan Ambroncius agar tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Sebelum ditahan, dia meminta maaf kepada warga Papua dan mengklaim tak bermaksud menghina masyarakat "Bumi Cenderawasih".