Pembangunan Selatan Jawa Miskin Perspektif Kebencanaan

Pembangunan Selatan Jawa Miskin Perspektif Kebencanaan Landasan pacu Yogyakarta International Airport (YIA) berada di pesisir selatan Jawa, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, DIY. (Foto: Instagram/@rejalangit_)

JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengkritik masifnya pembangunan di Tanah Air. Lantaran "miskin" pendekatan ekologi. Malah meningkatkan risiko kebencanaan.

Hal tersebut, menurut Wakil Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Edo Rakhman, menunjukkan Presiden mengambil keputusan keliru. Pun abai dalam penetapan kawasan bencana.

"Kesalahan terbesar Presiden Jokowi adalah, melakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Nasional. PP 26 Tahun 2008 menjadi PP 13 Tahun 2017," katanya di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca juga:
Profling: Pulau Jawa Akan Tumbang
Empat Bencana Besar Ancam Yogyakarta
BMKG Sebut YIA Rawan Gempa dan Tsunami
Pantai Selatan Jawa Berpotensi Gempa dan Tsunami

Seluruh kawasan rawan bencana tak lagi tercantum dalam regulasi baru. "Artinya," tambah dia, "Semua rencana pembangunan saat ini didudukkan tanpa ada perspektif kebencanaan."

Dirinya mengingatkan, banyak daerah minim pengetahuan tentang wilayah bencana. Parahnya, tak sedikit rancangan zonasi "miskin" perspektif kebencanaan. Terdapat di 22 provinsi.

Walhi lantas mempertanyakan data yang dipakai pemerintah dalam mengukur risiko bencana. Pangkalnya, hingga kini takpernah membukanya.

"Pemerintah mengklaim, bahwa sudah berhasil menurunkan tingkat kerugian akibat bencana. Faktanya dan hitungannya dari mana? Dan belajar dari fakta bencana mana saja yang dijadikan referensi?" tanyanya.

Selatan Jawa
Beragam proyek di selatan Jawa. Salah satu sorotan. Walhi Jawa Timur (Jatim) mencatat, sedikitnya empat model investasi menyebabkan kenaikan angka kerawananan bencana.

"Tambang pasir besi di Lumajang mengancam 10 desa. Dengan jumlah 59.902 jiwa," tutur Direktur Walhi Jatim, Rere Christianto, menukil Suara Merdeka.

Pertambangan di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, pun dipersoalkan. Bisnis ekstraktif tersebut, Direktur Walhi Jateng, Ismail, mengingatkan, "(Menyebabkan) daya tahan terhadap ancaman gempa bumi dan tsunami menurun."

Sedangkan perwakilan DIY, mengingatkan gempa yang terjadi pada 2006. Lantaran proyek di pesisir mengubah sistem hidrologi ramah gempa.

Direktur Walhi DIY, Halik Sandera, mencontohkan dengan keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA). "Kemudian, ada krisis air. Ada potensi ke depan. Bisa terjadi. Menimbulkan korban jiwanya meningkat," lanjutnya.