Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.1/9772/SJ tentang Penggunaan Bantuan Pemerintah Pusat dan Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah serta Pergeseran Anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Daerah Bencana yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dinilai sebagai langkah yang tepat dan dibutuhkan.
Menurut Dosen Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Mawar, kondisi masyarakat terdampak bencana di sejumlah wilayah Sumatera, khususnya Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, memerlukan mekanisme dukungan anggaran yang cepat, terkoordinasi, dan merata.
“Kondisi masyarakat korban bencana di Sumatera memerlukan solusi dari bantuan yang tidak merata,” kata Mawar saat dihubungi, Minggu (14/12/2025).
Namun demikian, Mawar menekankan agar implementasi SE tersebut benar-benar berdampak, diperlukan pemetaan data yang komprehensif mengenai lokasi dan skala prioritas wilayah terdampak bencana. Hal ini penting agar bantuan yang disalurkan, baik dari pemerintah pusat maupun antar pemda, dapat tepat sasaran.
“Dibutuhkan integrasi data yang menyeluruh agar wilayah dapat dipetakan berdasarkan kondisi eksisting pascabencana. Dengan begitu, kebutuhan dan skala prioritas utama daerah atau desa dapat diidentifikasi secara akurat,” ujarnya.
Mawar juga menilai Mendagri perlu melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap penggunaan anggaran bantuan bencana oleh pemda. Selain aspek akuntabilitas, pengawasan ini penting untuk memastikan bantuan benar-benar menjawab kebutuhan dasar masyarakat terdampak.
“Perlu ditingkatkan komunikasi dan koordinasi sinergi antar daerah sehingga dapat saling mendukung, terutama dalam distribusi bantuan bencana. Daerah terdampak harus bisa setiap saat mengakses bantuan dari pemda lain yang secara fiskal lebih mampu,” tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai kebijakan Mendagri Tito Karnavian yang menerbitkan SE tersebut pada dasarnya merupakan kebijakan yang mulia.
Menurut Trubus, Mendagri memahami kegamangan kepala daerah di wilayah terdampak bencana di Sumatera dalam mengalokasikan anggaran untuk pemulihan pascabencana.
“Mengapa saya katakan mulia. Karena banyak kepala daerah itu yang takut apabila APBD untuk program lain dialihkan untuk penanganan bencana. Contohnya, anggaran infrastruktur digunakan untuk bencana. Kalau tidak ada payung hukum, mereka khawatir menjadi temuan kerugian negara di kemudian hari. Jujur, SE yang dikeluarkan Tito Karnavian ini memberi payung hukum bagi kepala daerah,” kata Trubus, Minggu (14/12/2025).
Kendati demikian, Trubus berpandangan Mendagri Tito Karnavian tidak cukup hanya menerbitkan SE Penggunaan Bantuan bagi daerah terdampak bencana. Menurutnya, Mendagri juga perlu mengevaluasi langsung penggunaan anggaran agar penyalurannya benar-benar tepat dan merata kepada masyarakat terdampak.
“Karena jujur saja, persoalan bantuan juga menghadapi kesulitan dalam distribusi. Kadang satu desa mendapat bantuan, desa di sebelah tidak. Lalu karena perhatian terfokus di satu titik, daerah lain luput. Bahkan, bisa terjadi satu orang menerima bantuan ganda, sementara tetangganya tidak mendapatkan sama sekali. Jadi memang Tito harus memimpin organisasi perangkat daerah (OPD) agar penyaluran bantuan merata,” ujar Trubus.
Sebagaimana diketahui, SE tersebut ditujukan kepada kepala daerah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dan diteken oleh Mendagri Tito pada Kamis (11/12/2025). SE tersebut memberikan pedoman bagi pemda terdampak bencana dalam memanfaatkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat maupun daerah lain. Kebijakan ini diterbitkan untuk memastikan dukungan anggaran dapat digunakan secara cepat, tepat, dan akuntabel sesuai kebutuhan di lapangan.
Dalam edaran tersebut, Mendagri menegaskan agar bantuan keuangan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta penyediaan sarana dan prasarana dasar seperti tenda, terpal, matras, dan perlengkapan pendukung lainnya.
Bagi daerah yang berstatus tanggap darurat, pembiayaan dapat dibebankan pada Belanja Tidak Terduga (BTT) sesuai tahapan yang diatur dalam ketentuan. Sementara itu, setelah status tanggap darurat berakhir, penganggaran bantuan dilakukan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.