Lagi, Warga Wadas Demo Tolak 'Quarry' Bendungan Bener

Lagi, Warga Wadas Demo Tolak 'Quarry' Bendungan Bener Sejumlah spanduk berisikan penolakan penambangan batu yang dibuat warga terpasang di salah satu jalan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng. (Foto: Mongabay/Nuswantoro)

Purworejo - Ratusan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng), menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati, Kamis (10/1). Mereka menolak penambangan bantu (quarry) di wilayahnya untuk bendungan.

"Kami menolak quarry untuk Bendungan Bener, karena itu lahan produktif. Warga akan tetap menolak dan akan menghentikan proyek pembangunan bendungan," ujar kuasa hukum warga Wadas, Julian, sela aksi, beberapa saat lalu.

Alasan lain, imbuh dia, penambangan batu bakal merusak lingkungan. Apalagi, warga tak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal).

"Sejak sosialisasi pertama di dalam izin lingkungan, warga Wadas tidak pernah diikutkan dalam proses Amdal. Kemudian, sosialisasi di dalam penetapan lokasi, itu sifatnya searah konsultasi publik. Padahal, harusnya dua arah," bebernya.

Demo tersebut bukan yang pertama dilakukan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) itu. Sebelumnya, mereka malah mengadakan aksi di depan kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, 8 November 2018.

Baca: Desa Wadas Purworejo Tolak Bendungan Bener

Mereka mendatangi Kantor Bupati Purworejo dengan maksud kepada daerah turut aksi dan mendukung warga. Namun, keinginan bertemu Bupati Agus Bastian tak terealisasi, lantara sedang di Jakarta. 

Massa hanya ditemui Kepala Satuan Kerja (Satker) Bendungan Bener dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO), Amos Sangka. Dia mengklaim, pihaknya melakukan berbagai upaya terkait proyek tersebut.

Soal pengambilan batu di Wadas, dalihnya, kualitasnya lebih baik dibanding daerah lain. Hal ini, sesuai hasil survei yang dilakukan BBWS SO.

"Kita sudah ambil sampel dan batuan di sana. Itu memenuhi syarat untuk pembangunan bendungan. Kita juga sudah berkali-kali sosialisasi ke sana, terus 2016 kita studi amdal di sana. Studi amdal sudah, konsultasi publik sudah. Itu sosialisasi dengan warga," kilahnya.

Amos sesumbar, penolakan bukan murni aspirasi warga pemilik lahan. Dia juga "menyudutkan" minimnya pengetahuan warga soal prosedur penambangan.

"Saya khawatir, apakah ini orang-orang Wadas atau bukan. Atau mungkin memang orang Wadas, tapi justru yang enggak punya tanah. Gitu. Kalau dengan warga yang punya tanah, kita diskusi, banyak yang setuju juga. Mungkin mereka belum mengerti prosedur kita," tandasnya.

Baca: Bendungan Bener Diklaim Tertinggi di Indonesia