Asumsi Perhutani Berbeda dengan BKSDA Jateng

Asumsi Perhutani Berbeda dengan BKSDA Jateng Macan tutul. (Foto: pixabay.com)

Karanganyar - Petugas Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta mendapati semak belukar yang menjadi sarang macan di Gunung Lawu dalam kondisi rusak. Diduga dilakukan pemburu liar.

"Ini saya baru mengobrol dengan teman-teman lapangan. Ada juga petugas dari BKSDA Jateng yang bergabung," ujar Kepala Perhutani KPH Surakarta, Eka Muhammad Ruskanda, Kamis (6/12).

Hal tersebut, terkanya, menjadi penyebab predator itu turun ke permukiman dan memangsa ternak warga. "Macan ini turun ke permukiman warga dan menyerang hewan ternak, karena sarangnya diganggu, bukan rusak akibat kebakaran," jelasnya.

Dengan demikian, asumsi Perhutani dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah (BKSDA Jateng). Menurut BKSDA, macan memangsa ternak warga karena habitatnya rusak pascakebakaran, mencari anaknya yang lain, dan sang induk sedang mengajarkan cara berburu.

Baca: Sebab Macan Mangsa Ternak Warga Versi BKSDA

Eka mengungkapkan, Perhutani kesulitan memantau aktivitas pemburu liar di Gunung Lawu. Soalnya, tak berhak melarang masyarakat masuk ke wilayah hutan lindung.

Kendati begitu, petugas Perhutani KPH Surakarta rutin berpatroli di wilayah Gunung Lawu. Tujuannya, mengecek vegetasi.

"Kami, kan, tugasnya menangani tanaman atau vegetasinya. Sedangkan soal penanganan satwa, menjadi tanggung jawab BKSDA Jateng," terang dia.

Di sisi lain, Eka mengimbau warga tak berpergian ke hutan sendirian pada malam hari. Bila terpaksa, dianjurkan membawa alat yang bisa menimbulkan bunyi-bunyian.

"Macan enggak akan ganggu. Suara radio saja, bisa mencegah macan mendekat," tuntasnya, melansir solopos.com.