Rupiah Anjlok Akibat Covid-19, Pengamat Sarankan 4 Aspek Penopang Ekonomi RI

Rupiah Anjlok Akibat Covid-19, Pengamat Sarankan 4 Aspek Penopang Ekonomi RI Ilustrasi: Pekerja Kapal Temas Line melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Bongkar Muat Tanjung Priok milik Pelindo II, Jakarta (ANTARA)

JAKARTA-Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan ada empat hal yang harus terus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menjaga perekonomian Indonesia di tengah wabah Virus Corona jenis baru atau COVID-19.

Pingkan menyatakan Indonesia harus mewaspadai ancaman resesi karena terdapat gangguan rantai suplai global, melemahnya ekspor dan impor, serta menurunnya aktivitas bisnis yang disebabkan oleh penyebaran COVID-19.

“Melihat berbagai dinamika dalam perekonomian global target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang sebesar 5,3 persen untuk tahun ini rasanya akan sulit tercapai,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/03).

Pingkan menyebutkan empat aspek yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah dalam berupaya mencapai pertumbuhan ekonomi, di antaranya dengan memaksimalkan stimulus fiskal yang telah dikeluarkan.

Ia meyakini melalui stimulus fiskal jilid I, II, dan III yang akan dikeluarkan mengenai kesehatan, perlindungan sosial, dan upaya menjaga kinerja pelaku usaha akan mampu mencegah dampak negatif dari perlambatan ekonomi global.

“Tentu saja hal ini (stimulus fiskal jilid tiga) perlu disambut baik dan diharapkan dalam prosesnya dapat terkoordinasi dengan baik di segala lapisan,” ujar Pingkan.

Berikutnya, kebijakan moneter yang melibatkan bank sentral harus memperhatikan aliran kredit agar dapat tersalurkan ke sektor ekonomi riil karena di masa krisis ini intervensi valuta asing dan langkah-langkah manajemen aliran modal dapat bermanfaat melengkapi tingkat suku bunga serta kebijakan moneter lainnya.

“Terlebih melihat kondisi rupiah yang pada hari ini melemah terhadap dolar AS hingga mencapai Rp16.038,” katanya.

Kemudian, regulasi yang tanggap dinamika perekonomian dengan adanya sistem pengawasan keuangan juga perlu agar dapat menjaga stabilitas keuangan, kesehatan sistem perbankan, dan meminimalisir dampak negatif perekonomian.

Selanjutnya, Pingkan menyatakan harus ada harmonisasi kebijakan antara pusat dengan daerah karena sangat krusial mengingat jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan tersebar di 34 provinsi.

“Koordinasi dan harmonisasi kebijakan perlu terus diupayakan dan ditingkatkan agar menjamin kesiapan segala pihak termasuk masyarakat dalam memitigasi dampak negatif dari pandemi COVID-19,” katanya.

Menurutnya, faktor kesehatan harus menjadi fokus utama dengan tetap memperhatikan bahwa karakteristik masyarakat antardaerah berbeda sehingga penyesuaian kebijakan di sektor ekonomi juga berdampak pada kemaslahatan hidup banyak orang.

Pingkan menyebutkan beberapa negara hingga lembaga internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah melakukan koreksi pertumbuhan ekonomi 2020.

“Hal ini tidak lepas dari dampak yang ditimbulkan oleh perlambatan ekonomi global sebagai efek dari melonjaknya kasus COVID-19,” katanya.

OECD memangkas pertumbuhan ekonomi global ke level 2,4 persen dari yang semula 2,9 persen, sedangkan negara lain seperti Singapura dan Inggris turut mengoreksi pertumbuhan ekonomi mereka masing-masing dari 1,5 persen ke 0,5 persen dan 1 persen ke 0,8 persen.

“Sri Mulyani sendiri bahkan memprediksi pertumbuhan global hanya akan berada pada level 1,5 persen saja melihat dinamika global dengan kasus COVID-19 yang terus bertambah setiap harinya,” katanya. (Ant)