Pemda Diminta Waspadai Lonjakan Harga Pangan Jelang 2026

Kepala daerah agar tetap mencermati Indeks Perkembangan Harga (IPH), khususnya pada komoditas pangan seperti cabai rawit, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, dan minyak goreng.
Penulis: Tim copywriter - Senin, 29 Desember 2025
Ilustrasi pertanian cabai. Foto: unsplash.com
Ilustrasi pertanian cabai. Foto: unsplash.com

Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus meminta pemerintah daerah (pemda) mengantisipasi potensi kenaikan harga komoditas bahan pokok penyumbang inflasi pada momentum krusial peralihan tahun 2025–2026. Wiyagus menegaskan, tren positif pengendalian inflasi sepanjang 2025 tidak boleh membuat pemda lengah dalam memantau komoditas pangan yang selama ini berkontribusi terhadap inflasi.

Wiyagus menyampaikan, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada akhir 2025 tercatat sebesar 2,72%, sementara inflasi bulanan (month-to-month/mtm) berada di angka 0,17%. Meski demikian, ia mengingatkan kepala daerah agar tetap mencermati Indeks Perkembangan Harga (IPH), khususnya pada komoditas pangan seperti cabai rawit, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, dan minyak goreng.

“Saya mengapresiasi kepala daerah yang telah berperan dalam menjaga inflasi. Namun, tidak ada daerah yang boleh lengah dalam meredam inflasi dan menjaga daya beli masyarakat,” ujar Wiyagus.

Hal tersebut disampaikan Wiyagus dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan pembahasan evaluasi dukungan pemda terhadap Program 3 Juta Rumah. Forum ini digelar secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (29/12/2025).

Wiyagus menekankan bahwa pengendalian inflasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Menurutnya, koordinasi yang presisi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci dalam menjaga stabilitas pasokan kebutuhan pokok. Selain itu, kelancaran distribusi juga perlu diperhatikan untuk mengantisipasi hambatan logistik dan dampak cuaca ekstrem, guna meminimalkan disparitas harga antarwilayah.

“Tantangan stabilitas harga ini merupakan ujian konkret atas solidaritas yang telah kita bangun. Pemda tidak bisa bekerja parsial. Distribusi harus diupayakan agar tidak terkendala aspek teknis, karena ini penting untuk menjaga pasokan dan meminimalkan disparitas harga,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Sonny Harry Budiutomo Harmadi, menyampaikan bahwa secara historis, dalam dua tahun terakhir, komoditas pangan yang kerap memberikan andil inflasi tertinggi pada bulan Desember secara month-to-month antara lain telur ayam ras, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, dan beras.

“Oleh karena itu, pengalaman historis ini dapat menjadi perhatian bagi pemda, khususnya daerah dengan kenaikan IPH tertinggi,” kata Sonny.

Ia merinci, pada pekan keempat Desember 2025 terdapat 37 provinsi yang mengalami kenaikan IPH dan 1 provinsi yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Komoditas utama penyumbang kenaikan IPH di 37 provinsi tersebut adalah cabai rawit, daging ayam ras, dan bawang merah.

Provinsi Nusa Tenggara Barat tercatat sebagai daerah dengan kenaikan IPH tertinggi, disusul DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Sulawesi Utara, Kepulauan Bangka Belitung, dan Aceh. Sementara itu, satu-satunya provinsi yang mengalami penurunan IPH adalah Papua Selatan.

Lebih lanjut, dalam rapor koordinasi pengendalian inflasi terakhir pada tahun 2025 tersebut, Sonny menyarankan agar pemda segera melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga ketika terdeteksi adanya kenaikan harga komoditas pangan, sehingga distribusi dapat segera dilakukan untuk menekan disparitas harga dan laju inflasi.

Editor:

Tim Copywriter untuk website daerah Alinea Tek Nusantara

Scroll