DPR Ajak Pemerintah Selesaikan UU Energi Terbarukan Jelang G20

DPR Ajak Pemerintah Selesaikan UU Energi Terbarukan Jelang G20 Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti. Foto: dpr.go.id

Jakarta, Pos Jateng - Komisi VII DPR RI menyayangkan Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) tidak disertai dengan penyerahan Daftar Inventaris Masalah (DIM) hingga membuat pembahasan molor. Padahal, RUU tersebut seharusnya sudah resmi menjadi Undang-Undang (UU) sebelum perhelatan G20 pada November mendatang dan menjadi bahan diskusi pada acara tersebut.

“Surpres terkait Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) memang sudah diserahkan ke DPR, namun sayangnya tidak disertai dengan Daftar Inventaris Masalah (DIM) nya. Ini merupakan hambatan tersendiri bagi kami untuk melanjutkan pembahasan terkait RUU tersebut,” kata Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti dilansir dari dpr.go.id, Minggu (16/10).

Roro meminta RUU EBET dapat disahkan sebelum perhelatan G20, sehingga bisa disampaikan pada forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU) itu. Ia mengatakan, G20 adalah momen tepat membawa isu tersebut karena memiliki konsen sesuai, yakni energi terbarukan.

“Salah satu goal utamanya (G20) adalah transisi energi. Nah, kalau untuk target penyelesaian RUU EBET ini, kembali saya sampaikan, bahwa kami di DPR masih menunggu DIM dari pemerintah, agar bisa dilakukan pembahasan. Jika target penyelesaian RUU ini tidak tercapai pada November mendatang, jangan salahkan kami, jangan salahkan DPR,” katanya.

Lebih lanjut Roro mengatakan, energi fosil memang menimbulkan berbagai permasalahan atau dampak bagi lingkungan, terutama emisi karbon yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Meski demikian, ia tidak memungkiri bahwa saat ini sekitar 80% industri bahan bakar di Indonesia masih mengandalkan pada energi fosil.

“Namun dengan niat dan tekad yang kuat Ia optimis bahwa perlahan Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil, sehingga bisa seutuhnya terlepas dari fosil, baik secara ekonomi maupun secara kebutuhan energi,” pungkasya.