Perkuat Edukasi Bencana, BPBD Klaten Gelar Sosialisasi Ancaman dan Mitigasi Gempa Bumi

Perkuat Edukasi Bencana, BPBD Klaten Gelar Sosialisasi Ancaman dan Mitigasi Gempa Bumi BPBD Klaten menggelar Sosialisasi Potensi Ancaman dan Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Selasa (7/6). Foto: Diskominfo Klaten

Klaten, Pos Jateng – Badang Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten terus memperkuat edukasi bencana kepada masyarakat, salah satunya dengan menggelar sosialiasi potensi ancaman dan mitigasi gempa bumi. Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana BPBD Klaten, Endang Hadiati mengatakan, sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menghadapi gempa bumi kepada masyarakat.

“Tujuan utama dari kegiatan ini adalah memberikan pemahaman terhadap bencana dan mengurangi resiko bencana gempa bumi bagi masyarakat,” paparnya, Selasa (7/6).

Endang menambahkan, kegiatan ini juga sebagai penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal.

“Nantinya, sebagai tindak lanjut kegiatan ini, akan ditetapkan zonasi daerah rawan gempa di Kabupaten Klaten,” imbuhnya.

Sementara itu, Pakar Geologi UGM sekaligus Kepala Stasiun Lapangan Geologi Prof. R. Soeroso Hadipawiro, Didit Hadi Barianto mengatakan, sebagai daerah rawan gempa, masyarakat Klaten harus lebih memahami bencana gempa itu sendiri.

“Masyarakat Klaten harus lebih memahami bencana gempa bumi, mulai dari bagaimana bencana terjadi hingga bagaimana hidup berdampingan dengan gempa. Pasalnya, Early Warning System (EWS) untuk bencana gempa bumi belum ada dan hanya bisa diketahui zona patahannya saja,” jelasnya.

Bencana gempa bumi, lanjut Didik, berbeda dengan bencana lainnya, seperti erupsi gunung berapi, banjir, atau angin ribut. Gempa bumi tidak berdampak langsung kepada manusia, tetapi dampaknya dapat menghilangkan nyawa manusia.

“Jika melihat catatan sejarah gempa-gempa besar di Pulau Jawa, korban dari bencana gempa bumi terbesar terjadi pada 2006, gempa Jogja, karena banyak yang tertimpa bangunan yang roboh. Namun di masa lalu, hanya warga Belanda yang menjadi korban karena di masa itu hanya warga Belanda yang mampu membangun rumah dengan dinding batu bata. Sementara pribumi dengan kearifan lokalnya justru aman dari gempa,” pungkasnya.