Dituding Gay, Mantan Polisi Gugat Polda Jateng

Dituding Gay, Mantan Polisi Gugat Polda Jateng Mapolda Jateng di Kota Semarang, Jateng. (Foto: Google Maps/Wihandono Yogo)

SEMARANG - Seorang mantan personel polisi berinisial TT menggugat Polda Jawa Tengah (Jateng). Pangkalnya, dipecat tak hormat dengan dalih orientasi seksual.

Kuasa Hukum TT dari LBH Masyarakat, Maruf Bajammal, menyatakan, kliennya merasa didiskriminasi. Sebab, diperiksa pada 14 Februari 2017, lantaran dianggap melakukan hubungan seks menyimpang. Pemeriksaan berlanjut pada 16 dan 23 Februari.

"Pemeriksaan itu dilakukan tidak ada laporan tuduhan. Baru tanggal 16 Maret 2017, ada laporannya. Jadi, diperiksa dulu. Baru ada laporannya. Itu, pun, bukan laporan masyarakat," ujarnya, Kamis (16/5).

Tanggal 18 Oktober 2017, TT dinyatakan melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (Perkap KEPP). Lantas diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Surat keputusan (SK) terbit 27 Desember 2018.

"Sebenarnya, tidak ada yang melihat hubungan seks menyimpang itu. Hanya saat diperiksa, ditemukan kondom dan tisu basah," ucapnya.

TT mengajukan banding ke Komisi Banding, April 2018. Namun, ditolak. Kemudian mengajukan gugatan terhadap Kapolda Jateng ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, 26 Maret 2019. Proses peradilan masih berlangsung hingga kini.

Maruf berpandangan, pemberhentian kliennya melanggar prinsip nondiskriminasi. Berdasarkan HAM, setiap orang mesti diperlakukan sama. Apa pun orientasi seksualnya. TT sendiri, mencuplik detik.com, membantah dirinya suka sesama jenis.

"Terhadap anggotanya saja seperti itu. Kalau ada masyarakat yang dianggap menyimpang (orientasi seksnya). apakah tidak dapat pelayanan atau keadilan? Itu tadi, prinsip nondiskriminasi," urainya.

Sementara, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Agus Triatmaja, menyatakan, TT dijerat Pasal 7 ayat (10) huruf b dan Pasal 11 huruf c Perkap KEPP. "Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," klaimnya.

Kendati begitu, dirinya tak menguraikan perbuatan tercela lebih jauh. "Penyidik hanya menyampaikan perbuatan tercela yang menjadi pertimbangan putusan PTDH," tutupnya.