TWK KPK Valid dan Ilmiah

TWK KPK Valid dan Ilmiah Hamdi Muluk (Foto: Alinea.ID)

Guru Besar Psikologi Politik UI Hamdi Muluk mengungkapkan, asesmen penilaian Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK bisa dibilang valid dan reliabel, karena sudah menguji belasan ribu sampel dan dipakai di banyak institusi pemerintah maupun perusahaan seperti BUMN.

"Metodologi yang dipakai juga sangat saintifik dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujarnya saat diskusi Moya Institute, Selasa (29/6).

Kepala Lab Psikologi Politik UI itu mengakui sebagai pihak yang mengembangkan Indeks Moderasi Bernegara (IMB). Hamdi yakin IMB dalam TWK KPK sudah memenuhi kaidah psikometri, sebab ia menjadi bagian yang mengembangkannya. Salah satu alat yang digunakan dalam tes wawasan kebangsaan atau TWK pegawai KPK adalah Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas atau IMB-68 dari Dinas Psikologi TNI AD.

Menurut Hamdi, alat itu sudah dikembangkan pihaknya dengan Dinas Psikologi TNI AD pada 2019. "Alat ini sebenarnya yang waktu itu kita adakan kerja sama dengan Dinas Psikologi TNI AD. Jadi, mereka meminta kepada lab kami untuk mengembangkan tool ini," ucapnya.

Hamdi juga meluruskan kalau ada anggapan ketika satu atau dua orang dimutasi, dikeluarkan atau tidak direkrut dari sebuah institusi, itu bukan berarti sistem dilemahkan. "Tidak ada hubungannya. Cerita tentang pelemahan sistem, levelnya adalah di sistem itu sendiri. Jadi bukan diatribusikan ke orang per orang. Kalau dinilai kuatnya sistem karena ada satu orang yang hebat itu keliru," urainya.

Menjawab tuduhan TWK KPK dianggap pelemahan KPK, politisi PDI Perjuangan Kapitra Ampera menilai itu adalah penghinaan langsung kepada 1.274 karyawan KPK yang jadi lulus menjadi ASN, karena 94,6 persen pegawai KPK yang lulus itu menurut dia tidak sebanding kualitasnya dengan 5,4 persen yang tidak lulus.

"Ini bahaya, kita memberikan ruang hierarki tirani di dalam KPK, karena mengesankan merekalah yang berkuasa karena berkemampuan, dan yang lainnya hanya menjadi dayang-dayang penggembira dan pengikut. Pemikiran ini sangat amat menyesatkan," kata Kapitra.

KPK, dijelaskan mantan kuasa hukum Habib Rizieq Shihab tersebut, ia berdiri dari masa ke masa tetap berjalan sesuai amanah UU. Tapi kehadiran mereka (yang tidak lulus) sudah teruji secara empiris dan ilmiah tidak memiliki integritas kepada kesetiaan ke Pemerintah dan UU. "Kita sudah memberikan akses yang luas atas hak asasinya bukan kepada Komnas HAM tapi ke Pengadilan," tegasnya.

Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto berharap polemik atau perdebatan TWK KPK tidak berlarut kalau memahami urgensinya. Ia mendorong agar perdebatan selama ini bisa menghadirkan solusi. "Karena energi kita jangan habis karena perdebatan yang kurang produktif di tengah upaya penanganan Covid-19," ujarnya.