MUI Minta Mendag Batalkan Kebijakan Impor Minuman Beralkohol

MUI Minta Mendag Batalkan Kebijakan Impor Minuman Beralkohol Gedung MUI. Foto: kominfo.go.id

Jakarta, Pos Jateng – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Perdagangan untuk membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 tahun 2021 tentang Kebijakan dan peraturan impor yang mengizinkan penumpang dari luar negeri membawa dua liter minuman beralkohol.

“Kami berharap Permendag ini dibatalkan, demi menjaga moral dan akal sehat anak bangsa juga kerugian negara," kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Muhammad Cholil Nafis, dalam keterangan tertulis.

Dalam dokumen Permendag Nomor 20 yang beredar, MUI mengkritik ketentuan pada lampiran IV tentang daftar barang yang dikecualikan impornya dan tidak dilakukan kegiatan usaha. Ketentuan tersebut berisikan aturan mengenai minuman beralkohol pada bagian XXIII.

Pada nomor 128 di bagian ini disebutkan bahwa salah satu pengecualian yaitu barang bawaan penumpang untuk dikonsumsi sendiri. ‘Paling banyak 2.250 ml per orang,’ demikian bunyi poin lampiran tersebut.

Menurut Cholil, ketentuan ini mengubah aturan yang lama di Permendag 20 Tahun 2014. Aturan ini sudah diubah enam kali hingga terakhir lewat Permendag 25 Tahun 2019.

Dalam Pasal 27 disebutkan bahwa setiap orang dilarang membawa minuman beralkohol dari luar negeri sebagai barang bawaan. Kecuali, untuk dikonsumsi sendiri paling banyak 1000 ml perorang dengan isi kemasan tidak kurang dari 180 ml.

Cholil juga menyoroti Pasal 52 huruf (i) di dalam Permendag 20 Tahun 2021. Pasal ini masih mengatur pengecualian impor minuman beralkohol sebagai barang bawaan untuk dikonsumsi sendiri masih tetap mengaju pada aturan lama.

“Ketetapan ini hanya berlaku sampai 31 Desember 2021. Artinya mulai 1 Januari 2022, sudah resmi mengaju ke Permendag 20 Tahun 2021. Setelah itu, semua aturan lama soal minuman beralkohol resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tutur Cholil.

Cholil menilai aturan baru ini cenderung memihak kepentingan wisatawan asing. Sebaliknya, aturan ini dianggap merugikan anak bangsa dan pendapatan negara.