Komisi VII DPR: Vaksinasi Berbayar Rawan Penyimpangan

Komisi VII DPR: Vaksinasi Berbayar Rawan Penyimpangan Ilustrasi vaksin. Foto: unsplash.com

Jakarta, Pos Jateng - Komisi VII DPR meminta pemerintah hati-hati memberlakukan kebijakan vaksinasi berbayar. Sebab, rawan penyimpangan dengan beragam model.

Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menilai, alasan vaksin berbayar untuk mempercepat proses herd immunity kurang tepat. Menurutnya, ini justru berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk vaksin.

"Ketika coverage vaksinasi masih rendah, dengan jumlah vaksin yang terbatas, disparitas vaksin akan berbahaya karena akan terjadi pengoplosan dari vaksin gratis menjadi vaksin berbayar. Sebaiknya rencana vaksinasi berbayar ini ditunda hingga kondisinya memungkinkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (27/8).

Mulyanto mengatakan vaksinasi berbayar baru bisa dilakukan jika pemerintah telah menyelesaikan vaksin untuk seluruh rakyat.

"Jadi negara harus melayani dengan baik. Bukan malah menjadikan sebagai komoditas bisnis," ujarnya.

Ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan bila vaksinasi berbayar ini jadi dilaksanakan, maka layanan vaksin gratis akan berkurang.

"Kalau kondisi ini sampai terjadi saya khawatir vaksinasi bukan jadi cepat malah semakin lambat," katanya.

Melansir info harian dari Our World in Data ourworldindata.org, persentase penduduk Indonesia yang sudah divaksin sebesar 21%.  Dari data tersebut, 9,4% di antaranya sudah mendapat vaksin "lengkap", sementara 12% sisanya baru mendapat vaksin dosis pertama.

Sebelumnya, saat mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (24/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan rencana Pemerintah memberlakukan vaksinasi berbayar tahun 2022. Hal ini dimaksudkan untuk mengejar target herd immunity.