Cak Nun: Indonesia Butuh Pemimpin Beraura Pawang

Cak Nun: Indonesia Butuh Pemimpin Beraura Pawang Cak Nun. (Foto: caknun.com)

Semarang - Budayawan Emha Ainun Nadjib menilai, Indonesia membutuhkan figur pemimpin beraura pawang. Diyakini Tanah Air bakal damai.

"Bukan yang sekadar memenuhi selera darurat rakyat dan survivalisme warga negara," ujarnya di Kota Semarang, Rabu (3/4).

Dicontohkannya dengan pawang harimau atau hujan. Pawang hebat bukan lantaran kesaktiannya.

Menurut Cak Nun, sapaannya, Indonesia juga butuh pemimpin berilmu, berwibawa, dan bijaksana. Juga terasa jelas oleh semua orang dialektikanya dengan Tuhan.

Sementara, dia beranggapan, tahun 2019-2024 merupakan peluang terakhir Indonesia melakukan transisi. Pun transformasi dan perubahan-perubahan mendasar.

Sebelas Pertanyaan
Di sisi lain, dirinya telah menyusun 11 pertanyaan bagi kedua pasang kontestan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Seluruhnya dibuat sejak Februari.

"Saya tidak ada akses ke sana dan tidak mungkin dilibatkan. Jadi, ya, saya bikin sendiri," aku Cak Nun.

Berikut ke-11 pertanyaan tersebut:
1. Faktor apa yang melatarbelakangi Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, setelah pemboman Hiroshima 6 Agustus dan Nagasaki 9 Agustus 1945? Sementara pada posisi yang sama sebagai jajahan Jepang, Korea Selatan merdeka 15 Agustus. Bahkan, Syngman Rhee telah mendeklarasikan kemerdekaan pada 13 Agustus.
2. Pada alinea kedua teks Proklamasi Indonesia, apa yang dimaksud dengan pemindahan kekuasaan? Dipindahkan dari pihak siapa ke pihak mana? Apa yang dipindahkan? Kapan pemindahan itu dilaksanakan?
3. Negara Indonesia yang sangat besar dengan Tanah Air yang sangat luas. Menurut Anda, apa perbedaan dan untung-ruginya kalau dikelola sebagai Negara Kesatuan, atau Negara Persemakmuran, atau Negara Kesatuan dengan formula Persemakmuran? Atau bisa juga Kesemakmuran?
4. Diatur oleh undang-undang dan pasal berapa aturan peralihan hak atas tanah dari pemilikan kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan menjadi milik Negara Republik Indonesia? Kemudian, apakah demi universalisme sebaiknya Indonesia membuka siapa pun penduduk dunia untuk memiliki tanah di Tanah Air Indonesia?
5. Apakah Indonesia yang modern dan menganut nilai-nilai globalisasi, masih melihat pentingnya belajar kepada kerajaan, kesultanan, komunitas budaya tradisi, nilai-nilai masa silam bangsa Indonesia? Mohon contoh yang paling substansial.
6. Menurut Anda, untuk proporsionalisasi dan efektivisasi pengelolaan kedaulatan rakyat dan pembangunan nasional, sebaiknya ditetapkan pemilahan eksistensi dan fungsi antara negara dengan pemerintah ataukah tidak perlu?
7. Apakah Anda berpendapat, bahwa sebaiknya bangsa Indonesia memakai UUD asli 1945, UUD amandemen 2002, ataukah UUD yang diamandemen lebih lanjut dengan Permusyawaratan yang lebih jujur, matang, dan menjamin keseimbangan masa depan?
8. Berapa periode kepresidenan yang Anda perlukan untuk memberantas korupsi sampai pencapaian 70-80 persen? Apa saja prinsip pemberantasan korupsi yang rakyat berhak mengetahuinya serta yang rakyat Anda anjurkan untuk men-support-nya?
9. Metode dan strategi apa dan bagaimana yang Anda pakai untuk menyembuhkan sakit parahnya budaya birokrasi dan mentalitas pejabat NKRI? Ini tidak berlaku, kalau menurut Anda keadaan tersebut baik-baik dan waras-waras saja.
10. Berapa dan apa saja pilar berbangsa dan bernegara Indonesia menurut pendapat Anda pribadi, berdasarkan keutuhan dan kemenyeluruhan filosofi, kematangan sejarah Nusantara, serta terminologi dan konfigurasi ilmu yang tepat, matang, dan seimbang?
11. Siapa, pada posisi apa, dan dalam keadaan bagaimana seseorang atau suatu pihak bisa Anda maafkan atau tidak bisa Anda maafkan? Indonesia adalah negara hukum, dan hukum tidak bisa memaafkan. Jika Anda seorang pemaaf, rasional dan logiskah kalau permaafan pribadi Anda diberlakukan kepada pihak yang kesalahannya bukan kepada Anda, melainkan kepada rakyat?