Antisipasi Covid-19. publik perlu tingkatkan sense of crisis

Antisipasi Covid-19. publik perlu tingkatkan <i>sense of crisis</i> Ilustrasi. Freepik

Masyarakat diharapkan terus meningkatkan kewaspadaan akan penyebaran kasus Covid-19 (sense of crisis). Kewaspadaan tinggi seharusnya bisa meminimalisasi penyebaran SARS-CoV-2, tetapi cenderung menurun seiring berjalannya waktu.

"Dengan semakin bertambahnya waktu, sense of crisis akan semakin merendah. Itu (kalau) tidak selalu diingatkan, tentu juga akan hilang. Orang harus diingatkan ada konsekuensi dari setiap tindakannya," kata epidemiolog Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada dr Riris Andono Ahmad, Minggu (31/1).

Per Minggu, 31 Januari, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.078.314. Menurut Riris, ketika transmisi virus tinggi, kita tidak bisa hanya bertumpu pada protokol kesehatan (prokes) 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. 

Riris mengibaratkan dengan hujan. Ketika sudah sangat deras, maka orang yang menggunakan payung pun akan basah. Karena itu, jangan keluar agar tidak basah.

Menurutnya, prokes 3M menjadi tidak memadai ketika kasus positif Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Dengan demikian, masyarakat wajib mengurangi mobilitas agar terhindar dari virus.

"Yang membuat virus menular, kan, mobilitas manusia. Semakin tinggi mobilitas, virus akan semakin bisa menular," ujarnya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK), Ardiansyah Bahar, mendorong masyarakat mendukung semua kebijakan pemerintah dalam mencegah penularan Covid-19. 

"Sense of crisis tentu menjadi hal utama yang harus dimiliki oleh masyarakat mengingat kondisi pandemi yang belum berakhir, bahkan bisa dikatakan memburuk dengan semakin bertambahnya beban fasilitas pelayanan kesehatan dalam menangani pasien Covid-19," katanya.

Dia berpendapat, pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) adalah upaya untuk mengurangi mobilisasi. "Prinsip ini harus dilakukan agar mengurangi penularan."

Bila kebijakan tersebut dijalankan dengan baik ditambah program vaksinasi yang sukses, akan berdampak pada penurunan kasus, bahkan menghentikan. "Tentunya harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan," jelas Ardiansyah.

Sementara itu, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, menyarankan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sedang atau berat untuk mengendalikan Covid-19. Lalu memberlakukan titik periksa (check point) di sejumlah daerah.

Dia juga mengusulkan denda bagi pelanggar prokes diperberat. "(Harus) Rp5 juta, Rp10 juta seperti di Inggris (agar) semua masyarakatnya takut," tandasnya.